Minggu, 04 Desember 2011

Yoga cukup efektif untuk membantu meringankan kondisi menopause dan insomnia

Melakukan beberapa sesi yoga selama seminggu dapat membantu meringankan masalah tidur dan efek lain dari menopause.

Yoga juga dapat membantu perempuan postmenopause yang telah didiagnosa dengan insomnia. Hasil penelitian tersebut telah dilaporkan dalam journal Menopause.

"Kami tidak mengatakan bahwa yoga dapat menyembuhkan gejala-gejala menopause. Tetapi setidaknya dapat untuk meningkatkan kondisi fisik mereka," kata Dr. Helena Hachul, satu peneliti seperti dilansir dari FoxNewsHealth, Senin (5/12/2011).

Penelitian tersebut telah melibatkan 44 perempuan yang dibagi secara acak dalam 3 kelompok. Sebanyak 15 orang sudah tidak ada perawatan, 14 orang masih melakukan terapi bersama ahli terapi fisik 2 kali seminggu, dan 15 orang mengikuti dalam kelas yoga 2 kali seminggu.

Sesi yoga termasuk berbagai posisi dan teknik peregangan dari Tibet dengan teknik bernapas kuat dan cepat. Setelah 4 bulan, wanita dalam kelompok yoga melaporkan masalah menopause lebih sedikit daripada mereka yang tidak melakukan latihan.

Wanita sering mengalami hot flashes (rasa panas), keringat malam, kecemasan dan lekas marah, dan beberapa memiliki masalah tidur atau merasa down selama menopause. Terapi hormon dapat memudahkan banyak orang dengan masalah tersebut.

Menurut Women's Health Initiative study tahun 2002, tetapi terapi hormon mungkin juga berperan terhadap terjadinya risiko penyakit jantung, stroke dan kanker payudara.

Sejak itu, lebih sedikit perempuan yang memilih untuk melakukan terapi hormon dan banyak yang telah berpaling ke metode alternatif untuk menangani masalah mereka. Metode alternatif termasuk, mengambil herbal seperti black cohosh dan semanggi merah untuk meringankan gejala hot flashes.

Tetapi satu penelitian telah menemukan solusi yang tidak lebih baik dari pil dummy. Menurut North American Menopause Society, pengobatan homeopati seperti minyak evening primrose, ginseng, kava, licorice, juga telah memiliki hasil yang mengecewakan.

Sebaliknya penelitian telah menunjukkan bahwa, yoga dapat mengurangi tingkat stres dan mengekang aktivitas respons sistem saraf simpatik yang melawan reaksi tubuh terhadap ancaman atau bahaya.

"Hal tersebut merupakan bagian dari bukti yang terkumpul yang menunjukkan manfaat dari yoga. Dokter juga telah mulai untuk merekomendasikan yoga, bukan hanya untuk menopause, tetapi untuk berbagai kondisi kesehatan," kata Cathryn Booth LaForce.

Berbaring di atas meja dan merentangkan badan mungkin membantu meningkatkan kondisi kesehatan dengan relaksasi. Tetapi yoga adalah tentang fokus pada apa yang dilakukan dan menghubungkan pikiran dan tubuh.

"Para perempuan sebaiknya mengambil kelas yoga yang restoratif atau lembut. Saya akan menyarankan wanita mengambil kelas yoga selama seminggu, dan kemudian mencoba untuk berlatih yoga di rumah selama 15 menit sehari," kata Booth LaForce.

(ir/ir)-DetikHealth

Kamis, 01 Desember 2011

sekitar 40 persen anak muda pernah mencoba bunuh diri untuk pertama kalinya pada usia sebelum memasuki sekolah menengah atas

Sebuah studi dari University of Washington mencatat fakta unik tentang masalah bunuh diri di kalangan anak-anak dan remaja. Ternyata, ada sekitar 40 persen anak muda pernah mencoba bunuh diri untuk pertama kalinya pada usia sebelum memasuki sekolah menengah atas. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran untuk bunuh diri kemungkinan dimulai jauh lebih muda dibandingkan dengan yang diyakini selama ini.

Laman Health Daya, 30 November 2011 menulis survei dilakukan terhadap 900 anak muda berusia 18 atau 19 tahun mengenai pengalaman mereka dalam upaya melakukan bunuh diri. Hampir sembilan persen (78 orang) dari mereka mengatakan bahwa mereka pernah mencoba bunuh diri. Dari jumlah itu, sekitar 40 persen menyatakan bahwa upaya itu dilakukan sebelum mereka masuk sekolah menengah atas.

Rata-rata upaya percobaan bunuh diri dimulai pada kelas enam (usia 12 tahun) dan mencapai puncaknya di kelas delapan atau sembilan. Sebanyak 39 partisipan mengaku berulang kali mencoba untuk bunuh diri. Percobaan pertama kali dilakukan pada usia yang jauh lebih muda (sembilan tahun) dibandingkan dengan mereka yang hanya mencoba bunuh diri satu kali.

Penelitian ini juga menemukan bahwa percobaan bunuh diri selama masa kanak-kanak dan remaja berkaitan dengan tingginya tingkat depresi saat rasa ingin bunuh diri itu muncul.

“Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak bisa mengatakan pada kita, melalui level depresi mereka, bahwa sesuatu tidak berjalan semestinya bagi mereka,” kata pemimpin riset, James Mazza, seorang profesor psikologi pendidikan, dalam siaran persnya. Hasil temuan ini dipublikasikan di Journal of Adolescent Health edisi November.

“Kita seringkali tidak memberikan cukup kepercayaan kepada anak-anak dalam menilai kesehatan mental mereka. Di sisi lain, studi ini menunjukkan bahwa kita bisa mengandalkan pengukuran laporan diri untuk membantu mengidentifikasi anak muda yang mungkin berisiko dengan masalah kesehatan mental, termasuk kemungkinan perilaku bunuh diri,” ungkap Mazza.

Dikatakan Mazza, studi ini mengungkapkan bahwa anak-anak muda yang “berakhir dengan masalah kesehatan mental kronis menunjukkan bahwa mereka menderita lebih awal.” Temuan ini juga menunjukkan “bahwa implementasi dari program kesehatan mental kemungkinan perlu dimulai sejak sekolah dasar atau menengah pertama”. Apalagi, sambung dia, “Anak-anak di usia tersebut adalah reporter yang baik bagi kesehatan mental mereka.”

ARBA’IYAH SATRIANI - Tempo